
Sejarah Angklung Sebagai Alat Musik Tradisional
inventyourway.com – Angklung adalah alat musik tradisional yang berasal dari tanah Sunda, Jawa Barat, Indonesia. Alat musik ini terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara digoyangkan, menghasilkan suara yang khas dan harmonis. Sejarah angklung diyakini telah ada sejak zaman kerajaan Sunda kuno, digunakan dalam upacara adat sebagai bentuk penghormatan kepada dewi kesuburan dan panen, yakni Dewi Sri.
Dalam perjalanan sejarahnya, angklung tidak hanya berfungsi sebagai alat musik, tetapi juga sebagai simbol kebersamaan dan gotong royong dalam masyarakat. Setiap pemain angklung biasanya hanya memainkan satu atau dua nada, sehingga keharmonisan hanya tercapai bila dimainkan secara berkelompok. Inilah yang menjadikan angklung unik dibandingkan alat musik lainnya.
Pada masa penjajahan Belanda, angklung sempat dilarang karena dianggap dapat membangkitkan semangat rakyat. Namun, semangat melestarikan budaya membuat alat musik bambu ini terus bertahan dan berkembang hingga kini.
Baca Juga: 7 Penyanyi Pop Terbaik Dunia: Ikon Musik Pop Global
Bentuk dan Cara Membuat Angklung
Struktur Dasar Angklung
Angklung terdiri dari dua hingga empat tabung bambu yang disusun secara vertikal dan diikat pada sebuah kerangka bambu. Setiap tabung memiliki ukuran dan panjang yang berbeda, yang menentukan tinggi nada yang dihasilkan. Suara angklung berasal dari resonansi yang tercipta ketika tabung bambu digoyangkan dan mengenai sisi bingkai.
Bahan utama untuk membuat angklung adalah bambu jenis tertentu, seperti bambu hitam (awi hideung) dan bambu putih (awi gombong), yang memiliki sifat elastis dan kuat. Proses pembuatan angklung sangat memperhatikan detail, mulai dari pemilihan bahan, pengeringan bambu, pengukuran nada, hingga penyusunan rangka.
Proses Pembuatan Tradisional
Pembuatan angklung secara tradisional dilakukan dengan penuh ketelitian oleh para pengrajin. Bambu dipotong dan dikeringkan selama beberapa bulan untuk memastikan daya tahannya. Setelah itu, bambu dibentuk menjadi pipa-pipa dengan panjang tertentu, lalu dirakit sedemikian rupa agar menghasilkan nada tertentu saat digoyangkan.
Setiap angklung diatur nadanya menggunakan sistem diatonik atau pentatonik. Sistem diatonik biasanya digunakan untuk memainkan lagu-lagu modern atau internasional, sedangkan pentatonik digunakan untuk lagu tradisional Sunda.
Baca Juga: Whitney Houston: Perjalanan Karier dan Warisan Musiknya
Jenis-Jenis Angklung dan Fungsinya
Angklung Kanekes (Baduy)
Jenis angklung yang satu ini digunakan oleh masyarakat Baduy dalam upacara adat dan kegiatan ritual kepercayaan. Angklung Kanekes memiliki bentuk sederhana dan tidak digunakan untuk hiburan, melainkan untuk fungsi spiritual.
Angklung Dogdog Lojor
Angklung jenis ini dimainkan dalam tradisi masyarakat Banten Selatan, terutama dalam upacara Ngaseuk (menanam padi pertama). Biasanya dimainkan bersama alat musik dogdog (gendang) dan merupakan bagian dari pertunjukan tari dan ritual.
Angklung Padaeng
Angklung Padaeng adalah angklung modern yang dikembangkan oleh Daeng Soetigna pada tahun 1938. Ia menciptakan angklung dengan nada diatonis, sehingga alat musik ini bisa memainkan lagu-lagu modern dari berbagai genre. Inovasi ini membawa angklung ke panggung internasional.
Angklung Toel
Angklung Toel adalah jenis baru yang dapat dimainkan oleh satu orang secara bersamaan seperti bermain piano. Inovasi ini memudahkan orang belajar angklung tanpa harus berkelompok. Nama “toel” berasal dari bahasa Sunda yang berarti “sentuh”, karena alat ini dimainkan dengan cara menyentuh bambu yang sudah disusun dalam papan nada.
Angklung dalam Kehidupan Sosial dan Budaya
Alat Musik Edukasi
Angklung banyak digunakan di sekolah-sekolah sebagai media edukasi. Karena setiap orang hanya memainkan satu nada, siswa dituntut untuk bekerja sama agar lagu bisa dimainkan dengan harmonis. Ini menanamkan nilai kerja sama, kesabaran, dan konsentrasi.
Pemerintah Indonesia juga mendorong penggunaan angklung sebagai bagian dari kurikulum pendidikan budaya daerah, sehingga generasi muda tetap mengenal dan mencintai warisan leluhur mereka.
Sarana Diplomasi Budaya
Kehadiran angklung dalam berbagai acara internasional membuktikan peran pentingnya dalam diplomasi budaya. Pada tahun 2011, angklung masuk dalam daftar Warisan Budaya Tak Benda Dunia oleh UNESCO. Hal ini meningkatkan prestise angklung sebagai alat musik yang tidak hanya bernilai seni tinggi, tetapi juga sarat dengan pesan persatuan.
Di berbagai negara seperti Jepang, Korea, Belanda, dan Amerika Serikat, komunitas angklung Indonesia kerap menggelar konser dan workshop. Mereka memperkenalkan angklung sebagai alat musik khas Indonesia yang mampu menyatukan keberagaman melalui irama.
Perkembangan Angklung di Era Modern
Kolaborasi Musik Kontemporer
Kini, angklung tidak hanya digunakan untuk memainkan lagu-lagu tradisional atau anak-anak, tapi juga lagu-lagu pop dan bahkan lagu internasional. Kolaborasi dengan musisi dari genre jazz, klasik, hingga EDM menunjukkan bahwa angklung adalah alat musik yang fleksibel.
Beberapa grup angklung modern bahkan mengaransemen lagu-lagu populer seperti “Bohemian Rhapsody”, “Canon in D”, hingga lagu-lagu K-pop dan anime dengan menggunakan angklung. Hal ini membuktikan bahwa angklung bisa mengikuti zaman tanpa meninggalkan akar budayanya.
Platform Digital dan Media Sosial
Popularitas angklung semakin meningkat berkat media sosial seperti YouTube, Instagram, dan TikTok. Banyak kreator konten yang membagikan video cover lagu menggunakan angklung, baik secara solo maupun dalam kelompok.
Video-video ini tidak hanya menarik minat anak muda Indonesia, tetapi juga menginspirasi musisi luar negeri untuk mencoba memainkan angklung. Bahkan beberapa tutorial bermain angklung sudah tersedia secara online, membuat alat musik ini lebih mudah diakses oleh siapa saja di seluruh dunia.
Tempat Wisata dan Pusat Pelatihan Angklung
Saung Angklung Udjo
Salah satu destinasi wisata budaya paling terkenal yang mempromosikan angklung adalah Saung Angklung Udjo di Bandung. Tempat ini didirikan oleh Udjo Ngalagena, murid dari Daeng Soetigna, dan berfungsi sebagai pusat pertunjukan, pelatihan, sekaligus produksi angklung.
Pengunjung yang datang ke Saung Angklung Udjo dapat menyaksikan pertunjukan seni tradisional, mengikuti workshop membuat angklung, dan belajar memainkannya. Program edukatif ini menyasar wisatawan domestik maupun mancanegara.
Sentra Kerajinan Angklung
Di berbagai daerah seperti Garut, Tasikmalaya, dan Cianjur, terdapat pengrajin angklung yang menjual berbagai jenis angklung, dari yang berukuran kecil sebagai suvenir hingga set angklung profesional untuk pertunjukan. Pengembangan UMKM berbasis kerajinan angklung turut mengangkat perekonomian masyarakat setempat.
Tantangan Pelestarian Angklung
Kurangnya Regenerasi Pengrajin
Salah satu tantangan dalam pelestarian angklung adalah minimnya regenerasi pengrajin. Membuat angklung memerlukan keahlian khusus yang tidak semua orang miliki. Jika tidak ada generasi muda yang tertarik belajar membuat angklung, maka produksi alat musik ini bisa terancam.
Oleh karena itu, pelatihan-pelatihan intensif untuk anak muda dan kolaborasi dengan institusi pendidikan menjadi langkah penting dalam menjaga keberlanjutan angklung.
Kurangnya Eksposur di Media Arus Utama
Meskipun angklung mulai dikenal lewat media sosial, eksistensinya di media mainstream masih terbatas. Tayangan televisi dan radio jarang menampilkan angklung sebagai konten utama. Ini menyebabkan anak-anak muda lebih akrab dengan musik asing dibanding musik tradisional seperti angklung.
Diperlukan sinergi antara pemerintah, media, dan komunitas budaya untuk mengangkat kembali pamor angklung sebagai kebanggaan nasional.